Tamansiswa sebagai embaga perjuangan kebudayaan telah mengalami tiga zaman yang tentunya konsinya amat berbeda. Maka siasat dan cara perjuangannyapun harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Pada zaman penjajahan Belanda dan zaman pendudukan Jepang sudah pasti sasaran utamanya adalah melawan penjajahan dan pendudukan tersebut untuk bisa merebut kemerdekaan nusa dan bangsanya agar bangsa Indonesia mampu menata dan mengatur negara ini di tangan sendiri.
Setelah cita-cita tercapai melalui Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, bangsa dan negara Indonesia merdeka, maka sasaran pokok perjuangan Tamansiswa pun mempunyai sasaran lain. Kolonialisme sudah terhalau dari bumi Indonesia. Dan kini telah waktunya untuk menegakkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan tersebut dengan usaha pembangunan nasional yang terus menerus.
Tantangan yang berbeda menuntut cara untuk menjawabnya juga harus berbeda pula. Karena aksi pemerintah kolonial cukup keras berupa penindasan terhadap gerakan rakyat, maka sebagai reaksi perjuangan rakyatnyapun cukup keras termasuk sikap Tamansiswa terhadap pemerintah kolonial. Adapun sikap yang diambil oleh Tamansiswa di zaman itu adalah bersikap koperatif dan konfrontatatif.
Sejarah perjuangan rakyat saat itu mencatat , perlawanan Tamansiswa terhadap pemerintah Kolonial Hindia Belanda sebagai sesuatu yang menonjol diantara bentuk perlawanannya adalah perlawanan terhadap ONDERWIJS - ORDONATIE 1932 .
Akinat dari ONDERWIJS - ORDONATIE tersebut tidak pernah diberlakukan hingga pemerintah kolonial tersebut terusir oleh bala tentara Jepang. Baik oleh sejarah perjuangan Tamansiswa maupun sejarah perjuangan bangsa, peristiwa tersebut ditulis dengan tinta emas, karena merupakan sesuatu yang menonjol, Seluruh potensi nasional mendukung perjuangan Tamansiswa dan semua berdiri di belakang Raden Mas Soewardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar